LEGENDA PERKUTUT JAWA DI NEGRI THAILAND. Perkutut bangkok ternyata aslinya berasal dari Jawa. Pada abad ke-14 ia menjadi barang hadiah dari raja Sriwijaya kepada Raja Muangthai ke-4. perkutut jawa itu dinamai Nok Khao Chawaa, burung gunung dari Pulau Jawa. Turunannya tersohor di Indonesia sebagai perkutut bangkok.
Masyarakat Siam kuno percaya, perkutut burung pemberian dewa. Konon menurut legenda, di antara 200-ribu jenis burung penghuni surga, diturunkan sepasang burung. Pasangan ini turun di sebuah gunung yang tanahnya subur. Itulah tanah Jawa.
Para ahli sejarah mengatakan, 5.000 tahun lalu suara perkutut merupakan perwujudan bahasa kawi (jawa kuno). Sebagai burung mulia pemberian dewa, saat mati jasadnya tidak membusuk, tetapi mengering dan langsung menyatu dengan tanah.
Wajar jika mereka percaya, memelihara perkutut jawa mampu mendatangkan berkah. Merawat perkutut dengan baik berarti telah melakukan amal mulia.
Bahkan pada prasasti dari abad ke-15 ditemukan tulisan: “siapapun yang memelihara perkutut jawa, maka hidupnya akan tenteram, selamat, terangkat derajatnya, dan bahagia.”
Ajaran ini diwariskan turun temurun. Sampai sekarang masyarakat Thailand menyebut perkutut dengan nama Nok Khao Chawaa. Ada pula yang menamainya para-kutut. ‘
Popularitas perkutut jawa di negeri Gajah Putih dimulai sejak ribuan tahun lalu. Bukti-buktinya ksjjk ditemukan pada prasasti batu bertulis, relief, dan reruntuhan tiang bekas kerajaan di Provinsi Nakorn Ratchasima.
Pada zaman kerajaan Ratanakosin, sekitar 200 tahun lalu, sang raja mengundang ahli perkutut ke istana. Tugasnya memelihara perkutut, membudidayakan, dan menulis sejarahnya.
Tradisi itu diwariskan sampai sekarang, yaitu raja ke-9 (Bhumibol Adulyadej). Hobi memelihara perkutut semakin merakyat. Penggemar burung itu tersebar ke pelosok desa di Thailand, mulai dari Provinsi Pattani di selatan terus ke Nakornsrithammarat, Nakorn RL-tchasima, Petchburi, sampai ke Chiang Mai di utara
Seperti di Indonesia, di Thailand pun burung perkutut jawa sering dilombakan pada tingkat antarkota sampai antamegara. Lomba perkutut sudah dimulai sejak abad ke-15, tetapi bukan karena suaranya, melainkan warna bulu.
Kian putih atau albino, semakin baik. Hadiahnya tidak tanggung-tanggung, sejumlah intan permata. Burung pemenang akan dipelihara di istana raja. Pantas zaman itu perkutut dianggap burung permata.
Sekarang lomba kung perkutut rutin diselenggarakan. Berbagai kategori dilombakan untuk memperebutkan piala, piagam, atau tanda kehormatan dari raja Bhumibol Adulyadej.
Bukan burung perkutut jawa jawa saja yang dipertandingkan, tetapi juga peran manusianya. Pemerhati budidaya perkutut, pemilik usaha perkutut yang sukses, pelatih suara, sampai ketua organisasi perkutut teladan tingkat nasional.
Pemberian penghargaan mencerminkan majunya teknik budidaya di sana. Sertifikasi induk dan anakan dengan surat kenal lahir sudah lazim dilakukan. Penyilangan jenis unggul, pemeliharaan anakan, pembuatan sangkar, rotasi sangkar, cara pemindahan gantangan diteliti dengan seksama.
Pemberian pakan yang mempengaruhi suara dan pelatihan suara perkutut jawa dalam sangkar khusus juga sudah dilakukan. Pantas jika penggemar perkutut di Indonesia selalu menyanjung kehandalan perkutut bangkok